Pesona Hotel Burj Al Arab Dubai


Hampir setiap kota besar memiliki ikon. Sidney punya gedung opera, Paris punya menara Eiffel, New York punya patung Liberty, Jakarta punya Monas, dan Dubai punya Burj al Arab. Hotel berbintang tujuh ini dijadikan logo semua plat nomor mobil di Dubai. Seistimewa apa hotel itu? Inilah pengalaman wartawan koran ini, NANY WIJAYA, yang tinggal di situ tiga malam.

TAK pernah terlintas di benak saya keinginan untuk secara khusus berkunjung ke Dubai, Uni Emirat Arab. Padahal, telah banyak teman bercerita tentang kemajuan kota tersebut. Tetapi, karena penerbangan saya ke Eropa harus lewat kota itu, saya pun memutuskan untuk mampir. Namun, karena mampirnya tak hanya di airport, saya perlu visa. 

Yang agak di luar dugaan, pengurusan visa ke Dubai ternyata tak segampang yang saya bayangkan. Sebab, warga negara Indonesia belum termasuk dalam daftar yang boleh menggunakan fasilitas visa on arrival. Jadi, butuh enam hari kerja untuk mengurusnya. Itu pun kalau seluruh persyaratan sudah kita penuhi.
Namun, enam hari itu bukan harga mati. Ada dua cara untuk mempercepatnya.Yang pertama, menggunakan penerbangan Emirat Arab. Kedua, tinggal di Hotel Burj al Arab. Ini hotel berbintang tujuh -dalam istilah perhotelan disebut dengan hotel berbintang lima plus plus- yang ada di Dubai.


Kalau boleh menyarankan, pilih saja terbang dengan Emirates. Lebih murah ketimbang tinggal di hotel yang bentuknya mirip layar perahu itu. Tetapi, memilih tinggal di Burj al Arab juga bukan keputusan buruk. Bukan karena hotel ini merupakan ikon kebanggaan Dubai, tetapi juga karena tinggal di situ memberikan pengalaman istimewa. Setidaknya, itulah yang saya alami ketika tinggal di sana tiga malam.


Hotel yang namanya berarti Tower of Arab (Menara Arab) itu dibangun pada 1995 oleh sebuah perusahaan dari Amerika Serikat. Dalam 12 tahun terakhir ini, pembangunan Dubai memang maju pesat. Itu bisa dilihat pada pertambahan gedung-gedung pencakar langit di kota yang terbelah dua itu serta dari banyaknya hotel berbintang lima (termasuk yang punya chain internasional) di sana.


Melihat perkembangan ekonomi kota tersebut, bisa dipastikan hotel-hotel mewah itu akan terus berkembang. Apalagi jika proyek perumahan Palm yang spektakuler -karena letaknya yang di atas laut itu- rampung dalam 3-4 tahun mendatang.


Bersamaan dengan itu, tampaknya juga akan rampung proyek sirkuit yang dicadangkan untuk balap mobil sekelas Formula 1, pusat rekreasi semacam Walt Disney-nya Dubai, selesai.
Namun, semua itu takkan menggeser perhatian orang dari Hotel Burj al Arab, yang tingginya 321 meter itu. Hotel ini merupakan bangunan tertinggi ke-15 di dunia.


Keistimewaan hotel tersebut sebenarnya bukan hanya terletak pada fasilitasnya, yang lantas membuatnya digelari hotel berbintang tujuh. Tetapi, juga pada struktur bangunannya yang 250 meter menjorok ke laut bebas dan ditopang oleh 250 paku bumi yang masing-masing bergaris tengah 1,5 meter, dengan bagian tengah berlubang.


Paku-paku bumi itu ditanam sedalam 45 meter di dalam laut dan bertumpu pada pasir. Itulah istimewanya. Sebab, biasanya, tumpuannya adalah batu karang yang keras. Untuk mengangkut paku-paku bumi itu dan pilar-pilar bangunannya yang berbentuk diagonal ke lokasi pembangunan, digunakan kendaraan khusus dengan 80 roda. Maklum, di antara pilar-pilar yang dipasang di sisi-sisi Burj al Arab itu, ada yang panjangnya 85 meter. Berat total pilar-pilar yang bertugas menyangga gedung berlantai 28 itu pun mencapai 165 ton. Atau sama dengan bobot 20 bus double-decker (bus tingkat).


Mengapa bangunan 28 lantai saja harus ditopang oleh pilar dan paku bumi sehebat itu? Ternyata bukan hanya karena tumpuannya pasir, tetapi juga karena tinggi setiap lantai di Burj al Arab sama dengan dua lantai bangunan biasa. Selain itu, jarak antara lantai satu dengan lantai lain di atasnya adalah tujuh meter. Selain itu, juga karena di puncak hotel tersebut, terdapat landasan helikopter. 

Keistimewaan bangunan Burj al Arab disempurnakan oleh tugu selamat datang yang setiap setengah jam menyemburkan api yang dikelilingi air mancur. Juga interior lobi dan kamar-kamarnya yang luar biasa, hasil karya seorang wanita, desainer interior, bernama Khuan Chew. 

Sebagaimana hotel mewah lainnya, Burj al Arab juga menyediakan fasilitas khusus untuk tamu-tamu VVIP. Apalagi hotel tersebut juga sering disinggahi keluarga kerajaan. Fasilitas khusus itu berupa pintu masuk dan lift yang berbeda daripada tamu biasa. 

Namun, untuk lobi, restoran, dan lounge, mereka menggunakan tempat yang sama dengan tamu biasa. Alasannya, tamu biasa pun di hotel tersebut sudah tergolong VIP. Sebab, hanya mereka yang berkantong benar-benar tebal yang bisa tinggal di situ. 

Kalau tidak, mana mampu membayar 3.850 dirham (USD 1.250 atau sekitar Rp 11,6 juta) untuk satu kamar standar yang terdiri atas satu kamar tidur dan satu ruang tamu, semalam. Untuk president suite, tarifnya 28.000 dirham (USD 8.500 atau sekitar Rp 79 juta) dan royal suite 35.000 dirham (USD 10.000 atau sekitar Rp 93 juta). Tarif tersebut masih ditambah dengan tax service yang besarnya 20 persen dari tarif itu!
Tetapi, punya uang sebanyak itu pun belum tentu bisa tinggal di Burj al Arab karena hotel ini hanya memiliki 202 kamar. Di antaranya, ada dua royal suite, dua president suite, enam suite berkamar tiga, dan 26 suite berkamar dua. Sisanya, kamar standar. 

Dulu, sebelum terjadinya peristiwa pengeboman WTC di New York, orang awam pun bisa masuk dan menikmati lobi Burj al Arab yang mewah. Di situ ada tangga berjalan yang sangat tinggi dan diapit oleh dinding berakuarium raksasa serta air yang merambat di tangga batuan bening berwarna-warni, semacam akik.
Syarat untuk bisa masuk ke lobi (termasuk berfoto dengan kamera pribadi) adalah membayar 200 dirham atau sekitar USD 58 (lebih dari Rp 500 ribu) per orang, di gerbang masuk. 

Tarif tersebut tidak berlaku bila Anda ingin makan di restorannya. Apalagi di restoran yang mirip di bawah laut dengan naik lift yang menyerupai kapal selam. Hanya tamu yang menginap di hotel itu, yang bisa menikmati restoran dan shopping di hotel tersebut. Sebab, toko yang menjual merchandise hotel itu terletak di lantai 3, diapit oleh spa dan kolam renang. 

Tetapi, sejak terjadinya peristiwa WTC New York, taksi pun tak bisa masuk ke lingkungan hotel tersebut. Kecuali penumpangnya penghuni hotel. Untuk itu, setiap penumpang taksi yang akan masuk harus menunjukkan kunci hotel. Lantas, semua kunci hotel harus diserahkan kepada petugas resepsionis saat si tamu check out. Jangan berharap bisa check out tanpa menyerahkan kunci. 

Hotel tersebut memang sangat memperhatikan keamanan penghuni. Mulai pintu masuk hingga saat si tamu berekreasi di water boom seberang hotel. Khusus untuk para tamu Burj al Arab, arena permainan rekreasi air itu menyediakan badge berupa gelang plastik khusus, handuk khusus dengan warna yang berbeda dari pengunjung lain, serta pengawal khusus. 

Di dalam hotel pun, para penghuni mendapatkan proteksi yang tidak kepalang tanggung. Misalnya, tidak boleh memotret di lounge, spa, fitness centre, dan restoran. Alasannya, khawatir kamera itu dilengkapi dengan senjata rahasia. Juga takut disalahgunakan untuk memeras penghuni hotel

0 comments:

Post a Comment